Hutan Papua termasuk dalam hutan hujan tropis dunia, yang diperkirakan memiliki luasan total 42,5 juta hektar. Rinciannya, mencakup 33,75 juta hektar berada di Provinsi Papua dan 8,75 juta hektar di Provinsi Papua Barat. Hutan di Tanah Papua bukan hanya rumah bagi mega-biodiversitas dan juga masyarakat adat yang tinggal di sekitarnya, namun juga sebagai penyeimbang ancaman krisis iklim global sekaligus kontributor pengendali iklim bagi Indonesia.
Sayangnya, keberadaan hutan tersebut saat ini tengah menghadapi ancaman yang semakin serius. Deforestasi yang berkepanjangan, illegal logging (pembalakan liar), eksploitasi pertambangan, dan perkebunan sawit skala besar mengancam integritas hutan di Papua. Ancaman tersebut bukan hanya berpotensi merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keberlangsungan dan keberlanjutan masyarakat adat di wilayah tersebut. Tercatat data terkait pelepasan kawasan hutan alam di Tanah Papua sebesar 663.443 hektar dalam 20 tahun terakhir. Penyusutan tertinggi terjadi pada 2015 seluas 89.881 hektar.
Bergantung dengan Alam
Masyarakat adat Papua terbiasa bergantung dengan alam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Apabila hutan telah rusak dan tergantikan menjadi pemanfaatan yang lain, tentu masyarakat adat akan menjadi lebih sulit untuk mengakses sumber daya secara leluasa seperti sebelumnya.
Selain itu, eksistensi masyarakat adat berikut dengan tanah adatnya juga menjadi semakin terancam. Perspektif kesakralan hutan bahwa hutan sebagai tempat bersemayam para leluhur dan “mama” menjadi sirna dan tergantikan dengan perkebunan sawit serta lahan tambang dengan hiruk pikuk berbagai aktivitas di dalamnya.
Di sisi lain, alih fungsi hutan yang berimplikasi terhadap ancaman kelangkaan lingkungan juga dapat memicu konflik di Papua semakin berkepanjangan dengan babak masalah baru, selain konflik sosial. Semakin menipisnya sumber daya hutan dapat menjadi isu baru yang sangat mungkin akan muncul dan memperparah konflik di Papua.
Lebih parah lagi, fenomena tersebut juga dapat semakin mendorong menguatnya krisis kepercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Sudah semestinya untuk menjadikan pelajaran yang berharga bagi Indonesia, setelah sebelumnya telah kehilangan banyak kekayaan alam dengan bertaruh hutan di Kalimantan dan Sumatera.
Hutan di Tanah Papua seperti benteng terakhir bagi Indonesia yang harus dipertahankan dan dilindungi. Upaya tersebut demi menjaga keseimbangan alam, terlebih khusus bagi keberlangsungan hidup masyarakat adat di dalamnya. Menurut hemat saya, simbiosis mutualisme akan terbentuk secara organik apabila keberadaan masyarakat adat dapat dijaga.
Masyarakat adat cukup paham dalam memanfaatkan potensi hutan dan lahan dalam jumlah sesuai kebutuhan. Terbukti dengan keberadaan masyarakat adat tinggal di sekitar hutan selama puluhan tahun, namun tidak memberikan dampak yang signifikan dan sporadis terhadap kerusakan hutan.
Pemetaan Partisipatif
Pemetaan partisipatif wilayah adat menjadi salah satu bentuk aktualisasi positif dalam menjaga dan mengakui masyarakat adat. Meskipun memang tengah dilakukan dan sebagian telah ditetapkan dan diakui oleh pemerintah daerah, hasil pemetaan partisipatif wilayah adat di Papua belum sepenuhnya masuk dan tercatat sebagai data base spasial dalam rencana tata ruang wilayah di Kementerian ATR/BPN dan kebijakan satu peta.
Hal tersebut menunjukkan bahwa hak serta ruang hidup masyarakat adat belum sepenuhnya terakomodasi dan terlindungi dari dampak investasi korporasi yang seringkali kurang menguntungkan bagi keberadaan masyarakat adat. Sinergi antara kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam konteks pengakuan wilayah adat di Papua menjadi sangat diharapkan.
Keyakinan dan penyatuan visi berupa pengakuan terhadap keberadaan wilayah dan masyarakat adat ditujukan untuk menjaga kelestarian hutan di Papua perlu disolidkan. Kebijakan yang saling bertolak belakang tentu akan memberi celah bagi korporasi untuk memanfaatkan hutan dengan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan hidup dan masyarakat adat yang hidup di sekitar hutan.
Selain itu, percepatan proses pemetaan wilayah adat hingga pada tahap pengintegrasian juga perlu untuk segera dilakukan. Langkah-langkah tersebut sebagai antisipasi terhadap ancaman penghilangan identitas masyarakat adat papua, perampasan tanah adat hingga sebagai upaya jangka panjang untuk menghindarkan pada kelangkaan sumber daya alam. Upaya tersebut juga diharapkan tidak menambah luka dan bahkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat papua kepada pemerintah, dengan kesan keberpihakan melindungi dan mendampingi masyarakat adat dalam mengelola dan melindungi hutan di papua.