Ketika di daerah-daerah lain belum banyak berseliweran kendaraan listrik, sepeda motor listrik telah menjadi moda transportasi utama di Agats, ibu kota Kabupaten Asmat, Papua Selatan, sejak 2007.
Sebelum sepeda motor listrik hadir, berjalan kaki menjadi pilihan utama mobilisasi warga di wilayah seluas 701,99 kilometer persegi dan berpenduduk 15.841 jiwa itu (data terakhir 2020).
Sebagian warga setempat juga menggunakan perahu motor karena sebagian besar wilayah tersebut merupakan rawa dengan banyak sungai.
Bagaimana awal mulanya?
Tahun 2006 menjadi awal kemunculan kendaraan listrik di Agats setelah seorang warga pendatang asal Sulawesi Selatan, Erna Sabuddin, membawa satu unit sepeda motor listrik.
Sepeda motor listrik milik Erna Sabuddin menarik perhatian Bupati Asmat saat itu, Yuvensius Alfonsius Biakai (2005-2015). Yuvensius lalu meminta Erna mendatangkan satu unit lagi ke Agats untuk dijadikan sebagai kendaraan dinas bupati.
Karena bobot sepeda motor listrik relatif lebih ringan daripada sepeda motor konvensional berbahan bakar minyak, Yuvensius menilai sepeda motor listrik cocok dengan Agats yang jalanannya dahulu mayoritas berupa jalan panggung berbahan papan di atas rawa.
Sepeda motor listrik juga lebih cocok dimiliki warga Agats yang kesulitan mengakses BBM karena daerah tempat tinggal mereka lokasinya terpencil dari kota-kota lain di Papua.
Sejak 2007, masyarakat Agats menjadikan sepeda motor listrik sebagai moda transportasi.
Sejumlah merek dari produsen-produsen sepeda motor listrik pun terus memasuki pasaran Agats karena permintaan dari masyarakat meningkat.
Bahkan, saat ini pemerintah setempat mencatat jumlah sepeda motor listrik yang beredar di Agats mencapai tidak kurang dari 4.000 unit (data 2022). Singkat kata, 99% kendaraan di Agats merupakan sepeda motor listrik.
Namun berbeda dengan di Pulau Jawa atau daerah lainnya di Indonesia, sepeda motor listrik di Agats masih dikategorikan sebagai sepeda sehingga para pemiliknya tidak perlu memiliki surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun surat izin mengemudi (SIM).
Warga pemilik sepeda motor listrik hanya diharuskan memiliki pelat tanda telah membayar retribusi kepada pemerintah daerah setempat yang diperbarui setahun sekali.
Andalan mencari nafkah
Tidak hanya membantu mobilisasi warga, keberadaan sepeda motor listrik di Agats juga menjadi berkah bagi sebagian warganya dalam mencari nafkah, dari jual-beli unit sepeda motor listrik, jasa transportasi ojek, hingga bengkel.
Seorang penyedia jasa transportasi ojek, Herman Batmomolin, mengatakan dia bersama puluhan orang di Agats menjadikan sepeda motor listrik sebagai alat untuk mengantar penumpang di seputaran pasar dan pelabuhan.
“Saat waktu normal saya bisa meraih penghasilan kotor Rp600.000 per hari. Bahkan, kalau ramai penumpang saya bisa mendapatkan Rp750.000,” kata Herman kepada wartawan kantor berita Antara, Aditya Pradana Putra.